PERAN KRUSIAL PARALEGAL DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA DI MASYARAKAT MELALUI RESTORATIVE JUSTICE

OPINI

PERAN KRUSIAL PARALEGAL DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA DI MASYARAKAT MELALUI RESTORATIVE JUSTICE

Oleh: M. Erick Ernawan Rachman

Menyambut berlakunya KUHP 2023 atau beberapa kalangan menyebut sebagai KUHP Nasional/KUHP Baru di awal tahun 2026 tepatnya tanggal 2 Januari 2026 yang bermuatan restorative justice tentunya dibutuhkan peran masyarakat untuk membantu penyelesaian persoalan hukum khususnya berkenaan dengan masalah pidana dilingkungan masyarakat. Melalui paralegal diharapkan dapat terealisasi hal tersebut.

Paralegal adalah individu terlatih yang memiliki pengetahuan dan keterampilan hukum dasar, tetapi bukan seorang advokat berlisensi yang memiliki peran selaku asisten atau pendukung hukum yang membantu advokat atau lembaga bantuan hukum dalam memberikan layanan hukum kepada masyarakat. Peran paralegal seringkali mencakup penelitian hukum, penyusunan dokumen, komunikasi dengan klien dan yang paling penting paralegal dapat menjadi fasilitator penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti melalui mediasi.

M. Erick Ernawan Rachman/ Foto: Istimewa

Paralegal sebagai garda terdepan dalam memastikan akses keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat terutama mereka yang rentan dan terpinggirkan. Dalam kaitannya dengan penyelesaian sengketa di Masyarakat peran paralegal sangat penting terutama melalui pendekatan restorative justice. Berbeda dengan pendekatan retributif yang berfokus pada hukuman, melalui pendekatan restoratif justice dititikberatkan pada pemulihan hubungan antara pihak yang bersengketa baik korban maupun pelaku. Paralegal tidak hanya menjadi jembatan antara masyarakat dan sistem hukum tetapi juga dapat menjadi jembatan yang mengedepankan dialog, mediasi dan pemulihan.

Peran paralegal di Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat dan terus diperbarui untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Adapun landasan hukum tersebut, yaitu pertama adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (UU Bantuan Hukum) sebagai payung hukum utama yang mengakui keberadaan dan peran paralegal. Pada Pasal 1 ayat (3) UU Bantuan Hukum mendefinisikan paralegal sebagai “setiap orang yang telah mengikuti pelatihan Paralegal Bantuan Hukum dan memiliki sertifikat Paralegal Bantuan Hukum”. UU Bantuan Hukum menegaskan paralegal adalah bagian tak terpisahkan dari pemberi bantuan hukum yang memiliki tugas untuk mendampingi masyarakat dalam mencari keadilan. Kedua, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Paralegal Bantuan Hukumdimana ketentuan tersebut memberikan panduan yang lebih rinci tentang tugas, fungsi dan wewenang paralegal. Permenkumham tersebut menggarisbawahi bahwa paralegal dapat melakukan penyuluhan hukum, konsultasi dan pendampingan di luar pengadilan. Dalam hubungannya dengan penyelesaian sengketa di Masyarakat peran paralegal tersebut sangat relevan di mana paralegal dapat menjadi fasilitator dialog dan mediasi untuk mencapai kesepakatan damai. Ketiga, pembentukan paralegal di suatu wilayah di Tingkat kelurahan atau desa pada Kota atau Kabupaten. Meskipun tidak ada perda yang secara spesifik mengatur peran paralegal beberapa peraturan daerah maupun peraturan walikota terkait ketertiban umum dan pelayanan masyarakat bisa menjadi landasan. Misalnya perda yang mendorong penyelesaian sengketa di tingkat kelurahan atau kecamatan dapat menjadi wadah bagi paralegal untuk berkolaborasi dengan aparat setempat seperti Bhabinkamtibmas dan tokoh masyarakat, untuk menyelesaikan perselisihan di tingkat akar rumput. Contoh konkritnya adalah sebuah program yang dicanangkan oleh Pemerintah Kota Bandung pada tahun 2024 yang lalu dimana program tersebut berfokus pada penguatan peran Lurah sebagai pendamping apabila ada perselisihan hukum di wilayahnya dengan bersinergi dengan aparat penegak hukum untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Peran lurah tersebut kemudian diperkuat dengan penunjukan paralegal berbasis masyarakat lingkungan sekitar ditingkat Rukun Warga untuk mendukung terciptanya kamtibmas yang secara khusus mendorong masyarakat di wilayahnya sadar dan tertib hukum.

Dalam praktik penyelesaian sengketa paralegal memiliki peran yang multidimensional, antara lain, pertama paralegal bertindak sebagai pihak ketiga yang netral dalam sengketa/sebagai penengah yang tidak memihak kepada salah satu pihak yang sedang berkonflik melainkan membantu para pihak tersebut untuk berkomunikasi secara efektif. Paralegal memastikan bahwa kedua belah pihak mendapatkan kesempatan untuk berbicara dan didengarkan. Tujuannya adalah membantu menemukan solusi yang adil dan memuaskan bagi semua pihak bukan hanya sekadar memaksakan aturan hukum. Kedua, banyak masyarakat yang kurang atau bahkan belum memahami hak dan kewajiban hukumnya. Paralegal dapat memberikan edukasi dasar tentang hukum yang relevan dengan sengketa seperti hak-hak korban, konsekuensi hukum dan pilihan-pilihan penyelesaian sengketa yang tersedia. Paralegal juga dapat memberikan konsultasi non-formal untuk membantu masyarakat memahami masalahnya dari perspektif hukum. Ketiga, paralegal menjembatani kesenjangan antara masyarakat dan aparat penegak hukum seperti polisi atau jaksa. Paralegal dapat membantu masyarakat dalam proses pelaporan atau memberikan informasi yang dibutuhkan oleh aparat sehingga dapat memudahkan penerapan langkah restorative justice. Hal tersebut sangat penting terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan sengketa ringan yang tidak memerlukan proses peradilan formal.

Paralegal menawarkan sejumlah kelebihan yang membuat lebih efektif dalam penyelesaian sengketa seperti aksesibilitas dan Keterjangkauan dimana paralegal umumnya berada di Tengah Masyarakat dan menyediakan layanan secara pro bono sehingga sangat membantu masyarakat miskin yang tidak memiliki akses ke advokat. Paralegal seringkali memiliki pendekatan yang lebih personal dan empatik dengan pemahaman dari sisi sosial dan budaya yang memungkinkan paralegal untuk memfasilitasi solusi yang lebih berkelanjutan. Penyelesaian sengketa melalui mediasi yang difasilitasi oleh paralegal cenderung lebih cepat dibandingkan proses litigasi formal yang memakan waktu dan biaya besar.

Namun demikian terdapat pula beberapa kekurangan dan tantangan dimana sesuai dengan hukum yang berlaku paralegal tidak diperbolehkan beracara di pengadilan sehingga apabila proses mediasi mengalami jalan buntu atau deadlock maka paralegal tidak dapat mendampingi orang yang berkonflik tersebut di persidangan. Selain itu standar dan kualitas pelatihan bagi paralegal masih bervariasi sehingga dapat memengaruhi kompetensi mereka dalam menangani kasus-kasus yang lebih kompleks. Selanjutnya kekurangan yang lain adalah walaupun diakui secara hukum akan tetapi pengakuan masyarakat terhadap peran paralegal masih belum sekuat profesi hukum lainnya yang kadang membuat peran paralegal kurang dihargai.

Untuk mengoptimalkan peran paralegal dalam penyelesaian sengketa, berikut ini beberapa rekomendasi strategis perlu diimplementasikan antara lain: pertama,  perlunya standarisasi Pelatihan dan Sertifikasi dimana pemerintah dan lembaga-lembaga terkait perlu bekerja sama untuk menyusun kurikulum pelatihan yang standar dan komprehensif terutama dalam keterampilan mediasi dan restorative justice. Kedua, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan perlu lebih terbuka untuk mengintegrasikan paralegal dalam proses penyelesaian sengketa terutama dalam kasus-kasus ringan yang dapat diselesaikan di luar pengadilan untuk megurangi beban penumpukan perkara yang belum terselesaikan. Ketiga, pemerintah ditingkat kota atau kabupaten dapat mengadopsi regulasi yang secara eksplisit mengakui peran paralegal dalam program-program penyelesaian sengketa di tingkat komunitas. Ketiga, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang peran dan manfaat paralegal melalui penyuluhan, kampanye publik yang efektif. Tentunya hal tersebut akan sangat membantu membangun kepercayaan dan mendorong masyarakat untuk memanfaatkan layanan paralegal.

Sejauh ini paralegal dapat dikatakan sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa” dalam sistem hukum di Indonesia. Peran paralegal dalam mendukung penyelesaian sengketa melalui restorative justice adalah salah satu langkah penting untuk menciptakan keadilan yang lebih humanis, inklusif dan berkelanjutan. Dengan landasan hukum yang kuat maka pemahaman yang mendalam tentang dinamika sosial dan pendekatan yang berpusat pada kebutuhan, kesejahteraan, dan hak-hak individu serta melibatkan partisipasi dan perspektif dari orang-orang yang terkena dampaknya dengan mengutamakan martabat dan kemanusiaan dalam setiap proses dan hasil akhirnya paralegal dapat terus menjadi kekuatan pendorong untuk perubahan positif terhadap penguatan sistem hukum demi terciptanya tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian bagi masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *